Selasa, 25 Maret 2008

Semarang Mengejar Adipura


Kegagalan kota Semarang dalam meraih Piala Adipura tahun lalu semestinya bisa menjadi bahan instropeksi diri sekaligus menjadi acuan untuk bisa meraih Adipura di tahun ini. Segala daya dan upaya serta seluruh potensi perlu dikembangkan untuk memacu aktifitas yang bisa mendukung diraihnya kembali Adipura. Berhasil tidaknya kita meraih Adipura memang tidak semata-mata tergantung dari pemerintah kota saja, peran serta masyarakat dan pihak swasta sangat mendukung tercapainya seluruh aktifitas yang mendukung penilaian Adipura.

Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah Semarang yang kini memiliki jumlah penduduk hampir mencapai 1,5 juta jiwa, sebagaian besar memang belum tersentuh dan mengerti tentang maksud Adipura. Ketidaktahuan masyarakat dan sikap apriori atau skeptis masyarakat terhadap Adipuira bisa jadi disebabkan kurang mengertinya mereka terhadap filosofis program tersebut.

Adipura adalah suatu penghargaan yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup kepada kota atau kabupaten yang berhasil dalam kebersihan dan pengelolaan lingkungan hidup. Secara filosofis program ini awalnya difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi ”kota bersih dan teduh” Clean and Green City” sejalan dengan bergulirnya waktu program ini bertujuan tidak sekedar mendorong pemerintah kota/kabupaten agar mampu mewujudkan kota bersih dan teduh (clean and green city) tetapi juga dalam pelaksanaanya mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance (transparasi, partisipasi dan akuntablitas). Sehingga Adipura sebenarnya bukanlah tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat yang bersih, sehat dan asri lingkungannya.

Hal inilah yang tidak diketahui masyarakat secara luas, sehingga dirasakan bahwa program ini semata-mata hanya program yang bersifat prestise belaka dan hanya milik pemerintah saja. Akibatnya masyarakat kurang tanggap dan merasa bukan manjadi bagian untuk turut serta mendukung tercapainya program tersebut. Masyarakat dewasa ini merasa bahwa Adipura bukanlah hal yang pokok, karena masih banyak masalah-masalah krusial di lapangan yang menghadang mereka, seperti sulitnya mencari pekerjaan, kemiskinan yang semakin meningkat dan naiknya berbagai harga komoditas kebutuhan rumah tangga. Padahal jika mereka mengerti benar akan tujuan dan sasaran Adipura yang esensial, sudah semestinya masyarakat akan turut serta aktif dalam mewujudkan masyarakat yang bersih, sehat dan asri lingkungannya, toh semua ini juga kembali untuk masyarakat sendiri.

Jika melihat kondisi masih seperti sekarang ini, mungkinkah Semarang mampu mengejar Adipura dan berhasil meraih penghargaan istimewa dari presiden tersebut ?

Penentu keberhasilan ADIPURA
Memang tidak bisa disamaratakan kota Semarang dengan kota-kota lain di Jawa Tengah, meski tahun lalu mereka meraih Adipura dan kita hanya gigit jari, kerana Adipura lolos dari tangan kita. Adipura dibagi beberapa katagori berdasarkan jumlah penduduk terdiri dari : Kota Metro (1 juta keatas), Kota Besar (500 – 1 Juta), Kota Sedang (100 – 500) dan Kota Kecil (kurang dari 100). Sehingga wajar saja jika kota lain di Jawa Tengah mendapat Adipura sedangkan Semarang tidak, karena kota Semarang masuk dalam katagori Kota Metropolitan.

Namun demikian. penulis memiliki keyakinan bahwa Semarang mampu mengejar Adipura, maksudnya seluruh potensi yang ada untuk bisa meraih penghargaan ini benar-benar harus dioptimalkan. Sebenarnya ada kata kunci yang harus diperhatikan agar Adipura tidak lolos lagi dari Kota Semarang. Kata kunci tersebut adalah kebersihan. Kebersihan sangat erat kaitanya dengan masalah sampah kota Semarang. Bagaimana upaya pemerintah kota untuk mengelola sampah sedemikian rupa menjadi tantangan berat ke depan. Jumlah sampah kota yang semakin meningkat akan terkait dengan penyediaan tempat pembungan akhir sampah (TPA). TPA Jatibarang tentu saja tidak akan mampu menampung sampah masyarakat yang dari hari ke hari semakin banyak. Sampah yang dibuang ke TPA harus segera diupayakan untuk diolah sedemikian rupa agar volume sampah menjadi berkurang, sehingga timbulan sampah menjadi kecil.

Menurut Sekda Kota Semarang. Drs. Soemarmo, M.Si pemerintah kota Semarang telah menggandeng pihak swatsa dalam hal ini investor yang akan membuat teknologi pengolahan sampah terpadu. Hal ini terungkap saat penulis berbincang-bincang dalam acara Talk Show di Radio Smart FM 25/3/08, membahas Adipura didampingi Dinas Kebersihan Kota, Drs. Akhmat Zaenuri, MM. Dengan adanya teknologi tersebut pemerintah kota nyakin sampah kota Semarang dapat diminimalisir di aera TPA. Sehingga umur TPA Jatibarang menjadi lebih lama dan bisa dioptimalkan, mengingat kendala signifikan untuk mencari area baru TPA.

Dari sudut pandang penulis, sampah sebenarnya bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah semata. Masyarakat sebagai produsen sampah juga harus bertanggung jawab untuk turut serta dalam upaya meminimalisasi sampah dari sumbernya. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi jawabannya. Masyarakat dituntut lebih aktif dan progresif dalam hal pengurangan sampah dari sumbernya. Alangkah lebih baik jika masyarakat juga mampu menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) di rumah masing-masing. Dengan prinsip tersebut, sampah sedemikian rupa dapat diolah di rumah tangga menjadi kompos yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk tananan.

Pemerintah kota dalam hal ini Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Provinsi (Kimtaru) Jawa Tengah juga sudah mulai memperkenalkan si ”Keranjang Ajaib” atau Takakura. Keranjang ini mampu mengubah sampah sedemikian rupa menjadi kompos dan teknologi ini bisa dimanfaatkan bukan saja untuk rumah tangga, tetapi juga untuk kantor-kantor, dll. Pemilahan sampah dari sumbernya juga harus segera disosialisasikan ke masyarakat agar memudahkan proses pengolahan sampah. Saat ini Dinas Kimtaru Propinsi dan Dinas Kebersihan juga sudah memperkenalkan kotak sampah yang berbeda warnanya, Hijau, Biru dan Merah disesuaikan dengan jenis sampahnya.

Namun tetap saja keberhasilan pemerintah dalam upaya untuk mengejar Adipura tidak lepas dari kesadaran warga kota Semarang untuk membantu pemerintah dalam hal kebersihan Kota. Mana mungkin Adipura dapat tercapai bila warga kota masih sering dijumpai membuang sampah disembarang tempat tampa perasaan ewuh pakewuh, tampa rasa malu dan tidak merasa berdosa sama sekali. Oleh sebab itu peran serta masyarakat untuk turut serta mengejar Adipura menjadi cukup dominan. Semua program pemerintah yang diselenggarakan dalam upaya untuk mendapatkan penghargaan tersebut akan sia-sia dan terbengkelai karena tidak mendapat respon dan dukungan dari masyarakat.

Jika semua potensi dioptimalkan, penulis nyakin Semarang akan meraih Adipura kembali di tahun ini. Dari hasil pemantauan kedua oleh Tim Pusat ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Tim Adipura KLH Jakarta untuk memperbaiki lokasi-lokasi potensial tersebut. Bila pemerintah dan masyarakat bersatu padu dan bekerjasama, semua lokasi-lokasi yang perlu diperbaiki pasti bisa diselesaikan dengan baik dan lancar, sehinga Adipura akan berhasil diraih kembali. Sebagai penutup penulis tekankan kembali bahwa Mengejar Adipura bukanlah tujuan, tetapi sebagai/menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan masyarakat kota Semarang yang bersih, sehat dan asri lingkungnnya.Semoga saja.