Sabtu, 02 Agustus 2008

Keperkasaan Wanita Pemulung Tritih Lor Cilacap



Hidup menjadi pemulung sampah pastilah bukan menjadi cita-cita hidup seseorang. kalau boleh memilih Mbak Muntamah yang tinggal di Tritih Lor Kota Cilacap pastilah ingin menjadi orang kaya yang berkecukupan dan selalu dimanja berbagai fasilitas. Tidak seperti sekarang ini nasib Mbak Muntamah masihlah jauh dari keberuntungan dan dalam kondisi serba sulit sekali. Saat di tinggal suami pergi ke Sumatera untuk mencari nafkah di perkebunan sawit, Muntamah harus rela melepas suaminya agar bisa memberikan nafkah keluarga untuk memperbaiki masa depan hidupnya. Tetapi saat-saat sulit mulai melanda dan tiba, dimana kiriman uang suami yang sering terlambat dan terkadang kiriman uang pun tak kunjung datang, membuat ibu muda ini terpaksa harus rela mengais-ngais tumpukan sampah di Tempah Pembuangan Akhir (TPA) Tritih Lor yang bau dan banyak lalat, karena ia tidak punya kepandaian apapun yang bisa menghasilkan rupiah. Terlihat dari pandangan sayu mata Muntamah yang seolah-olah menunjukkan rasa lelah yang berkepanjangan masih terdapat senyum yang menunjukkan harapan saat ia menatap tajam tumpukan sampah yang menggunung. Meski banyak orang jijik dan menghindari sampah justru Muntamah bergumul dan mengelutinya dengan memilah-milah sampah yang masih dapat berubah menjadi rupiah. Plastik, kertas, kardus dan kaleng adalah sumber rezeki bagi Muntamah dan wanita pemulung lainnya. Setiap harinya Muntamah dan wanita pemulung bisa mendapatkan rezeki antara 7 ribu sampai 10 ribu rupiah dengan menjual hasil pulungan mereka ke pengepul barang bekas. Memang jumlah tersebut sangatlah kecil, tapi bagi Muntamah uang itu bisa menjadi sumber hidup untuk membiayai sekolah anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar. Muntamah memang sungguh perkasa, terik matahari menyengat, bau tidak sedah dan debu yang berhamburan dari tumpukan sampah tidak menyurutkan nyalinya untuk terus mengais-ngais sampah. Hidup di atas tumpukan sampah memang sangat sulit, tetapi Muntamah tetap menunjukkan senyumnya padaku saat saya hadir di sampingnya, meski hanya bertegur sapa dengan sedikit pertanyaan yang saya ajukan untuk berbagi rasa dan derita. Jangan pernah berhenti untuk mempertahankan hidup Mbak Muntamah....

Tidak ada komentar: