Senin, 12 Mei 2008

Bertahan Hidup Dari Tumpukan Sampah

DSCF0044

DSCF0042

Copy of DSCF0032

Ketika sampah dianggap sebagai buangan yang menjijikan dan dijauhi banyak orang, tapi tidak bagi sebagian warga yang tinggal di sekitar TPA Ngronggo yang terletak di Kota Salatiga ini. Meski TPA ini sedang menjadi topik pembicaraan hangat baik oleh akademisi dan stakeholder karena disinyalir belum memiliki Instalasi Pengolah Air Limbah untuk Lichied/air lindi sampah sebelum dibuang ke lingkungan karena bisa menbahayakan karena bisa mencemari sumber-sumber air disekitar TPA, mereka justru tidak mempedulikan dan terkesan acuh tak acuh dengan masalah tersebut. Sebut saja mereka dengan nama pemulung sampah. Dari hari ke hari mereka selalu bergelut dengan sampah, sampah menjadi sumber kehidupan bagi mereka dan keluarga mereka, dan pemulung tidak bisa hidup tampa sampah bahkan bisa saja kehilangan kehidupan manakala tidak mengais sampah dan barang-barang bekas atau rongsokan dari tumpukan sampah.

Bukan itu saja...rumah-rumah kardus dan rumah plastik sering bermunculan disekitar TPA yang digunakan para pemulung sebagai tempat transit untuk mengepul barang-barang bekas dan roksokan yang akan dijual ke penadah barang bekas. Sungguh ironis sekali, disaat banyak orang hidup degan pola hidup yang tidak ramah lingkungan dan tidak efesien yang pada akhirnya meningkatkan jumlah produksi/timbulan sampah rumah tangga dan domistik, sebagian warga masih banyak yang mengharap uluran tangan untuk memperoleh seonggok sampah.

Para pemulung bertahan hidup dari tumpukan sampah tampa menghiraukan akan resiko akumulasi terkontaminasi racun-racun yang muncul dari tumpukan sampah. Mampukah mereka bertahan dan hidup terus dari tumpukan sampah...???

Mempertahankan Ruang Terbuka Hijau

100_0193

100_0194

100_0192

Pembangunan yang cukup pesat di kota Semarang akhir-akhir ini telah membawa konsekwensi logis dan dampak terhadap menurunnya daya dukung lingkungan. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kini mulai terancam. Padahal kita semua tahu bahwa ruang terbuka hijau menjadi space atau area penyangga sebuah lingkungan. Disamping sebagai daerah resapan air, ruang terbuka hijau juga sangat penting untuk menjaga iklim di suatu daerah.

Ruang Terbuka Hijau di kota Semarang dari hari ke hari semakin menyempit saja, artinya ruang terbuka hijau (RTH) terus berkurang dan berada di bawah ambang batas persyaratan bagi sebuah pembangunan kota berkelanjutan (30 % dari luas kota). Sungguh sangat ironis sekali jika melihat kondisi saat ini.

Jika diruntut faktor utama penyebab terjadinya alih fungsi RTH pada area persawahan, taman-taman kota dan lapangan terbuka sebagai contoh yang terjadi di wilayah Semarang Timur yang berdekatan dengan lokasi masjid Agung Jateng ke non-RTH, disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kesadaran stakeholder, baik pemerintah, perencana, maupun masyarakat sendiri terhadap pentingnya RTH di kawasan perkotaan dan sekitarnya (hinterland). Sehingga areal RTH yang telah ditetapkan dalam rancangan kawasan perkotaan (urban design) menjadi beralih fungsi. Di samping itu tidak adanya kejelasan sistem informasi geografi tentang penataan RTH, telah meyebabkan banyak RTH yang beralih fungsi baik untuk kawasan komersial maupun kawasan hunian yang mengesampingkan ruang terbuka hijau.

Yang pada akhirnya ini sering menimbulkan konflik-konflik peruntukan ruang yang cukup dilematis antara kepentingan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Tetapi ujung-ujungnya yang menjadi korban dan penggusuran dengan berbagai alasan klise, lagi-lagi adalah relung-relung alami (niches) berupa ruang terbuka hijau (area persawahan, lapangan terbuka dan taman-taman kota) yang berubah menjadi tempat hunian baru. Jika melihat kondisi seperti ini masihkah kita bisa mempertahankan ruang terbuka hijau di Kota Semarang ???

Mengfungsikan Polder Sesuai Peruntukannya


Lapangan sepak bola yang dulu pernah menjadi tempat bermain penulis, telah lama berubah menjadi kolam retensi atau yang sering disebut sebagai Polder. Polder jika dilihat dari fungsinya seharusnya bisa digunakan sebagai kolam atau tempat menampung luapan air dari berbagai sudut kota saat terjadi hujan deras yang umumnya menyebabkan banjir. Dari tujuannya Polder juga diharapkan bisa mengatasi masalah rob yang sering melanda di kasawan Kota Semarang Bawah.

Namun kenyataannya Polder- pun belum mampu menjawab dan menyelesaikan masalah banjir dan rob di sekitarnya. Sehingga tidak heran jika Stasiun Tawang sebagai pusat Moda Trasportasi Utama Kereta Api kadang justru sering direndam banjir. Sehingga lagi-lagi konsumen kereta api yang pada akhirnya dirugikan, karena kesulitan untuk akses di Stasiun Tawang. (Kendaraan Pelunis-pun pernah terendam 2 malam di Stasium Tawang saat di tinggal ke Jakarta)

Mengingat dana yang tidak sedikit saat pembangunan Polder, tentunya pemerintah kota Semarang harus segera mencarikan solusi untuk menfungsikan Polder sesuai peruntukannya (fungsi esensial). Penyediaan dana operasional dan maintenance perlu ditingkatkan untuk mengatasi pompa-pompa Polder yang sering ngadat dan membersihkan saluran-saluran yang tersumbat, sehingga sirkulasi air yang masuk ke Polder dan yang dibuang ke laut kembali lancar. Bau tak sedap menyengat dan air berwarna coklat kehitam-hitam yang mengurangi estetika dan tidak sehat sudah selayaknya sirna dari Polder. Jika hal ini bisa terwujud maka Polder-pun bisa menjadi area terbuka tempat rekreasi alternatif di kota Semarang.