Senin, 14 April 2008

Air Sumber Kehidupan

Manusia tidak dapat hidup tampa air. Air adalah sumber kehidupan di muka bumi ini. Ketika krisis air melanda sebagian wilayah di Provinsi Jawa Tengah ini, semua daya dan upaya dikerahkan untuk mengatasi persoalan ini.

Memang benar tampa air kita tidak bisa hidup, hal ini terlihat dari aktifitas masyarakat yang tinggal di kampung Kalitaman Kota Salatiga. Mereka memanfaatkan air yang ditampung dalam tempat tertentu mirip kolam air untuk berbagai aktifitas. Jika ditanya apakah air tersebut memenuhi syarat kesehatan, sudah pasti jawabannya tidak layak. Mengapa ??? Kolam air yang berukuran kira-kira 12 m x 8 m ini sampai pada hari ini masih dipergunakan warga mulai dari mencuci pakai, mencuci piring, membersihkan beras (mususi beras), bahkan mandipun mereka juga di dalam kolam air tersebut. Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan, budaya masyarakat dan tingkat pendidikan yang rendah juga membawa dampak terhadap rendahnya pengetahuan warga terhadap sanitasi yang sehat dan bersih.

Meski pemerintah kota sudah membuatkan MCK Plus yang didanai dari proyek SANIMAS (sanitasi Berbasis Masyarakat) senilai 300 juta, ternyata masih banyak warga yang enggan memanfaatkan fasilitas umum tersebut. Padahal jarak antara lokasi SANIMAS yang berujud MCK Plus hanya berjarak tidak lebih dari 200 m. Sungguh ironis sekali, kondisi ini bisa jadi merupakan potret sebagian besar masyarakat kita yang sebagian adalah rakyat kecil dan warga miskin.

DSCF0018


Kamis, 10 April 2008

Menulis, Asyik Mengasilkan Income

Bagi teman-teman, adik-adik remaja yang kebetulan sempat membuka situs ini dan berbinat untuk mnegetahui kiat-kiat menjadi penulis artikle atau ingin tahu jurus-jurus jitu agar tulisan yang dibuat dimuat di surat kabar bisa menghubungi saya dengan kirim surat melalui e-mail :bagusirawanmail@yahoo.com atau hub ke Hp 081 56 6565 81.

100_0649

Proposal Dikti Lolos Lagi

Tahun ini saya sangat bersyukur kepada Allah SWT. Sudah 4 tahun terakhir ini saya selalu mendapatkan dana penelitian dari Dirjen Dikti Depdiknas. Dan tahun ini satu proposal penelitan yang sudah saya ajukan juga lolos didanai Dikti senilai Rp. 9,5 juta. Alhamdulillah dana ini sebagain bisa untuk honorarium, meski tidak besar tetapi lumayan lho...Tahun ini saya mengajukan kembali untuk proposal dosen muda yang Rp. 10 juta-an dan juga ingin mencoba hibah bersaing Senilai Rp. 50 juta-an, untuk 2 tahun anggaran...Semoga saja.

100_0035

Jumat, 04 April 2008

Sampah Berbasis Masyarakat




Sampah yang dihasilkan masyarakat kota saat ini pada dasarnya merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pastilah menghasilkan buangan atau sampah yang jumlah dan volumenya akan sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari – hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari gaya hidup dan jenis material yang kita konsumsi. Berdasarkan data dari Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah tahun 2007, jumlah timbulan sampah Kota Semarang kini sudah mencapai 4000 m3/hari. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah sampah yang dapat diangkut yang hanya 2.850 m3./hari. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan saat ini belum dapat maksimal.

Kompleksitas penanganan persampahan di Kota Semarang kini semakin meningkat seiring dengan perkembang kota, dalam hal ini sentralisasi kegiatan ekonomi maupun meluasnya wilayah perkotaan. Sentralisasi ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi, yang menarik para pendatang baru lebih banyak dan menambah jumlah penduduk kota, sehingga kota akan menghadapi problem volume dan jenis sampah yang semakin meningkat. Perkembangan kota yang meluas akan menghadirkan tantangan berat bagi Pemerintah Kota Semarang dalam menyelenggarakan pelayanan yang mampu menjangkau seluruh lokasi permukiman secara efektif dan efisien.

Untuk kota besar atau kota metropolitan seperti Semarang, persoalan menjadi semakin serius bila sudah menyentuh perencanaan lokasi baru bagi prasarana dan sarana pengolahan sampah, berkait dengan kelangkaan tanah diperkotaan, penolakan warga disekitar lokasi yang direncanakan, pembiayaan serta perlunya mekanisme kerjasama antar kota. Analisis Penulis, meski berdasarkan hasil perhitungan TPA Jatibarang masih memiliki umur pemakaian sampai tahun 2008, tetapi jika pembuangan sampah terus Open Dumping seperti saat ini, dalam waktu yang lebih singkat bisa saja TPA tersebut tidak dapat lagi menampung volume sampah kota yang dari hari ke hari semakin banyak. Jika sudah demikian, maka kelak pemkot akan lebih sulit lagi mencari lahan baru untuk TPA baru.

Masalah persampahan merupakan sebuah tantangan yang akan menentukan sustainaibility lingkungan di suatu kota. Kegagalan menangani problem persampahan ini akan meningkatkan resiko warga kota berhadapan dengan berbagai macam penyakit yang akan meningkatkan biaya sosisal untuk kesehatan. Selain itu sampah yang dibuang ke sungai dan saluran pembuangan berpotensi menimbulkan banjir. Oleh sebab itu Pemerintah Kota memiliki kewajiban menyediakan sistem pengolahan sampah yang lebih efektif, efisien dan terjangkau.
Meski demikian, tampa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat sendiri sebagai produsen sampah, sehebat apapun sistem pengelolaan sampah yang dibuat pemerintah kota akan menjadi tidak ada artinya sama sekali. Peran serta masyarakat dalam menangani masalah sampah kota sangat dominan. Sudah saatnya paradigma penanganan masalah sampah bergeser pada dominasi masyarakat.
Sampah Berbasis Masyarakat

Berbicara dominasi masyarakat maka sangatlah tepat jika kita menggunakan Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat. Ini merupakan suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan (jika feasible), dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat.

Dalam pengertian ini pemeran (penguasa, kekuatan) utama dalam pengelolaan sampah adalah masyarakat. Bukan pemerintah atau lembaga lainnya seperti LSM dan lain – lain. Pemerintah dan lembaga lainnya hanyalah sebagai motivator dan fasilitator. Fungsi motivator adalah memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap persoalan sampah yang mereka hadapi. Tetapi jika masyarakat belum siap, maka fungsi pemerintah atau lembaga lain adalah menyiapkan terlebih dahulu. Misalnya dengan melakukan pelatihan, study banding dan memperlihatkan contoh – contoh program yang sukses dan lain – lain.

Fungsi fasilitator adalah memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah secara baik dan berkesinambungan. Jika masyarakat mempunyai kelemahan dibidang teknik pemilahan dan pengomposan maka tugas fasilitator adalah memberikan kemampuan masyarakat dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan pelatihan, begitu juga jika masyarakat lemah dalam hal pendanaan, maka tugas fasilitator adalah membantu mencari jalan keluar agar masyarakat mampu mendapat pendanaan yang dibutuhkan, tetapi harus dilakukan secara hati – hati jangan sampai membuat masyarakat menjadi tergantung. Timbul pertanyaan Mengapa harus Berbasis Masyarakat ?

Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mau tidak mau mereka harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi (poluters must pay). Konsep penanganan sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai di sumbernya. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Misalnya jika sampah kota A dibuang ke kota B, secara sosial pasti akan ada penolakan oleh kota B, karena kota B tidak mempunyai sense of belonging terhadap sampah dari kota A. Oleh karena itu lebih baik sampah kota A dibuang dan dikelola sendiri oleh kota A. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat, sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap sampahya sendiri, karena jika dikelola oleh pihak lain biasanya mereka kurang bertanggung jawab bahkan cenderung destruktif.

Intinya adalah bagaimana mengarahkan kekuatan masyarakat (social capital) untuk memecahkan masalah sampah. Bukan untuk melawan program pengelolaan sampah. Sebab tidak jarang ditemukan program – program yang baik untuk masyarakat, karena tidak melibatkan masyarakat dihalangi, ditolak dan dirusak sendiri oleh masyarakat.

Boleh jadi yang sudah terbukti adalah sistem SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat) yang di telah dilaksanakan. Saat penulis berkeliling diberbagai Kota di Jawa Tengah termasuk kota Semarang dengan Staf ahli Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Propinsi Jawa Tengah Widiarto,ST; terlihat bahwa masyarakat benar-benar merasa memiliki SANIMAS tersebut (merawat dan mengoperasionalkan sendiri). Jika hal ini diterapkan pula untuk menangani sampah, penulis yakin masalah sampah juga dapat segera teratasi. Hal ini mengingat kemampuan pemerintah kota dari sisi manajemen dan pendanaan masih sangat terbatas. Jika tanggung jawab sampah hanya diserahkan pada pemerintah maka mustahil permasalahan sampah dapat terselesaikan secara baik dan berkelanjutan.

Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat. Yang penting adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah sampah yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. Misalnya kalau secara realistis masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen untuk mengoperasikan maka jangan diserahkan pengeoperasiannya pada masyarakat. Lebih baik masyarakat didorong untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau perorangan yang mampu dan dipercaya untuk mengoperasikan.

Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat perlu melibatkan semua pihak yang terkait dan berkepentingan (stakeholders). Tetapi harus hati – hati sebab jika terlalu banyak yang terlibat bisa terjadi lebih banyak diskusi daripada bekerja. Perlu dilakukan analisa yang tepat mengenai fungsi dan peran stakeholder. Di Pemkot perlu ada leading sektor yang bisa mengkoordinasikan dan memimpin program. Karena programnya berbasis masyarakat maka perlu ada fasilitator handal yang mampu memfasilitasi baik secara teknik maupun sosial. Biasanya teman – teman LSM dan konsultan mempunyai kemampuan dibidang ini.

Sumber pembiayaan program pengelolaan sampah terpadu berasal dari patungan (share) dari berbagai pihak terutama dari masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat biasanya hanya mampu berkontribusi antara 2 – 4 persen untuk investasi, dan 100 persen pada tahap operasi dan perawatan. Selebihnya merupakan dana pemda dan atau pemerintah pusat, swasta dan atau donor (jika ada). Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat merupakan sinergi kekuatan dana dari pemerintah daerah dipadukan dengan kekuatan sosial masyarakat (social capital) serta kekuatan teknologi dari para ahli (LSM, Universitas, konsultan dll). Semoga berhasil.....